Orgil Meningkat di Karangasem

Meningkatnya penderita gangguan jiwa alias orang gila (orgil) di Karangasem diseminarkan psikiater Prof Dr dr Luh Ketut Suryani SpKJ. Sementara terdata 899 penderita gangguan jiwa. Tak jarang, proses penyembuhannya memanfaatkan tenaga balian atau dukun. “Jangan sampai kemampuan dokter dikalahkan balian. Pasalnya di masyarakat lebih banyak penderita gangguan jiwa berobat ke dukun dengan biaya lebih mahal,” demikian Prof Suryani dalam seminar di RSUD Karangasem, Jumat (24/10).

Walau, kata Prof Suryani, di Karangasem tak ada dokter spesialis untuk menangani penyakit gangguan jiwa, bukan berarti tak ada yang memberikan pertolongan. “Relawan saya tak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Namun mereka juga mampu menangani pasien asalkan ada kemauan,” tambahnya.

“Pengobatannya dimulai dengan pemberian dosis sangat kecil. Ini diberikan secara teratur, dipantau setahun. Jika penyakitnya tak kambuh, hentikan pengobatan,” pesan Prof Suryani di hadapan tenaga medis dan paramedis setempat.

Dia berulang kali meyakinkan, penyakit gangguan jiwa bisa sembuh. “Tidak seumur hidup derita gangguan jiwa. Penyakit ini bisa disembuhkan walau tidak 100 persen,” tambahnya. Dalam mendeteksi penyakit gangguan jiwa, katanya, petugas lebih banyak mengobservasi. Misalnya, pasien tertentu berulang kali berobat ke puskesmas dengan keluhan sakit maag, pusing, perutnya sakit dan sebagainya namun setelah diperiksa tak terdeteksi ada penyakit. “Petugas jangan buru-buru mengatakan ada gangguan jantung, hati, dan sebagainya. Bilang saja tidak ada gangguan,” pintanya. Selanjutnya, petugas mesti meluangkan waktu ngobrol dengan pasien mengenai latar belakang keluarga, kehidupan yang dijalani, atau persoalan lainnya yang mengarah ke pribadi. “Bisa saja yang bersangkutan dihantui istrinya selingkuh, sehingga pikirannya kacau, berubah jadi stres dan lama-lama mengidap gangguan jiwa,” tambahnya. Prof Suryani juga menjelaskan penanganan pasien epilepsi. “Keluarga penderita epilepsi mesti telaten memberikan obat dan mengawasinya 24 jam tiap hari. Jangan dibiarkan pergi sendirian, khawatir penyakitnya kumat,” pintanya lagi.

Baik penderita epilepsi maupun gangguan jiwa, katanya, agar diberikan hak hidup wajar. Sementara itu dokter IN Gandhi menyampaikan keluhannya dalam menangani pasien gangguan jiwa. “Terkadang saya bingung memberikan jenis obat. Bahkan tak berani memberikan obat,” ujarnya.

Keluhan serupa disampaikan petugas medis lainnya. Tetapi Direktur RSUD dr I Gede Parwatha Yasa SpOG menyambut positif solusi yang diberikan Prof Suryani. “Saya nanti membuka pelayanan untuk pasien sakit jiwa walau tanpa psikiater namun bekerja sama dengan dokter umum di puskesmas,” janjinya.

Prof Suryani memaparkan penyebab utama meningkatnya gangguan jiwa di Karangasem adalah faktor ekonomi selain penyakit bawaan. “Di Bali ada 7.000 lebih penderita gangguan jiwa. Bali dikatakan Pulau Surga, tetapi banyak warganya menderita gangguan jiwa. Itu yang belum diseriusi kalangan pejabat di Bali. Mereka lebih banyak mengejar proyek fisik, sehingga pembangunan mental sering diabaikan,” sindirnya.(dikutip dari Harian Nusabali)